Mblusuk Stasiun Wonosobo

Ini bukan Blusukan berencana, hanya mampir buat sekedar mendokumentasikan sudut-sudut stasiun Wonosobo. Karena satu mobil hanya saya sendiri yang turun dan sedikit mblusuk.
Sabtu 19 November 2011, mumpung pake mobil setir sendiri, dan yang ngikut temen-temen sendiri jadi aku sempet-sempetin mampir ke Stasiun Wonosobo dalam perjalanan ke Salatiga. Sebenernya sepanjang Klampok - Wonosobo saya udah nggak konsen ngelihat ke kanan dan ke kiri untuk nemuin artefak SDS dan bangunan kuno. Ku hanya pasrah sama cuaca yang mendung dan Istriku yang pegang kamera buat dokumentasikan artefak-artefak SDS, yang saya yakin nggak bakalan dapet maksimal, secara nyopirnya juga agak ugal-ugalan (kejar waktu).

Hanya bekal ingat-ingat penyusuran via Google Earth, dan dulu sering juga melintasi jalur ini. Saya masih inget betul dimana rel yang deketan sama jalan raya, mana perlintasan, jembatan, dan mana lagi ya .... hehehe banyak yang berubah setelah sekian lama tidak melewatinya.

Singkat cerita ku dah muter-muter akhirnya nemu juga yang namanya Setasiun kereta Wonosobo. Pertama yang ku temuin adalah bangunan gudang yang berada di Terminal Bus "Dieng", sebenernya ku agak bingung disini karena keadaan bangunan dengan foto yang ku lihat di bantons.wordpress.com agak sedikit berbeda. Sambil jeprat-jepret bangunan-angunan di sana ku sedikit menyusuri gang ke arah timur. dan akhirnya ku temukan juga sebuah bangunan yang mirip sekali dengan bangunan yang di foto oleh mas Banton di  bantons.wordpress.com. Masih ada Wessel dan kantor loket yang sekarang masih aktif sebagai kantor persewaan asset PT. KAI. Disana saya bertemu dengan pak Sudiono sebagai petugas pelayanan dan Kepala setasiun. Sebuah bagan rel dan wessel sempat saya repro.

Banjoemas Heritage
Tampak depan gudang besar

Banjoemas Heritage
Tampak belakang gudang besar dan con block bekas jalur utama rel kereta

Banjoemas Heritage
Tampak belakang gudang besar
Banjoemas Heritage
Perumahan pegawai PT. KAI yang sekarang di sewakan untuk umum juga

Banjoemas Heritage
Con Block Gang yang duluya adalah jalur utama rel dan besi bantalan percabangan

Banjoemas Heritage
Tampak belakang dan wesel

Banjoemas Heritage
Tampak belakang ada gudang kecil, ruang Kepala Stasiun (loket) dan Wesel
Banjoemas Heritage
Tampak Depan, inset nomer aset PT. KAI

Banjoemas Heritage
Bentuk loket dari luar dan dalam

Banjoemas Heritage
Pak Sudiono sedang melayani sewa-menyewa lahan PT.  KAI

Banjoemas Heritage
Bagan rel stasiun Wonosobo (klik +)

Banjoemas Heritage
Peta Kota Wonosobo dan arah jalan ke Stasiun (klik +)


Terimakasih buat pak Sudiono, Agung Gaung dan Istri, Kunts Animator, Istriku + anakku.

Mblusuk Rumah Tua Keluarga Kho

Perjalanan pencarian beberapa marga di kota Banyumas dan Sokaraja untuk sebuah proyek silsilah membawaku ke sebuah rumah keturunan keluarga Kho di sekitar pertigaan Klenteng. Pemilik rumah dengan ramah menerima saya dan mempersilahkan untuk memasuki lingkungan Rumah utama keluarga Kho yang sudah tidak di tinggali, dan hanya di gunakan untuk tempat sarang burung lawet saja. Seorang penjaga gedung mengantar saya dan mas Wawan ke dalam gedung, meski tidak begitu paham seperti apa fungsi rumah tersebut dahulunya. 

Pada bangunan yang saya kunjungi ini terdiri dari 3 bangunan, dua bangunan berarsitektur Indisch dan satu di tengah ber arsitektur Tionghoa. Arsitektur Tionghoa milik keluarga Kho ini sangat khas sebagai arsitektur Campuran antara Arsitektur Cina dan Jawa. Ini di perlihatkan adanya Pendopo di bagian tengah dimana terdapat Soko Guru atau empat pilar utama. Walaupun Dr Pratiwo M Arch, seorang peneliti arsitektur Tionghoa mengatakan bahwa arsitektur Tionghoa di Indonesia bukan merupakan arsitektur asli Tiongkok, karena menurut beliau arsitektur Tionghoa yang berada di Jawa tidak di ketemukan di sana. Namun menurutku tetap adanya unsur-unsur Tionghoa yang khas seperti bentuk atap, dinding, skat pemisah, countyard, ukiran dan beberapa elemen kayu yang tersusun seperti di Kelenteng.

Pada bangunan yang bergaya Indisch berada di samping kanan dan kiri. Pada bangunan sebelah kanan jenis bangunan dan beberapa peralatan yang menunjukan kalau dahulu merupakan dapur dan ruangan untuk pembantu. sedangkan pada bangunan sebelah kiri terdapat ruangan yang besar dan tinggi, kalau saya melihat ini semacam bangunan kantor. 


Simulasi tiga dimensi (download) sudah saya siapkan dan bisa dilihat di Google Earth (download) , dengan terlebih dahulu mendowloadnya.


Banjoemas Heritage
Tampakan gedung secara keseluruhan

Banjoemas Heritage
Bagian depan bangunan berarsitektur bergaya Indisch

Banjoemas Heritage
Bagian arsitektur bergaya Tionghoa

Banjoemas Heritage
Sebuah mobil Opel Olympia (1951) dibiarkan teronggok

Banjoemas Heritage
Detail Ukiran gaya Tionghoa dan Emboss

Banjoemas Heritage
Bagian arsitektur bergaya Belanda mengapit rumah bergaya Oriental

Banjoemas Heritage
Bagian pintu dan jendela bangunan barsitektur Tionghoa

Banjoemas Heritage
Pintu ruangan di dalam bangunan Tionghoa

Banjoemas Heritage
Interior bergaya Tionghoa

Banjoemas Heritage
Beberapa foto yang kemungkinan adalah Kho Lie

Banjoemas Heritage
Countyard di tengah rumah

Banjoemas Heritage
Selasar bangunan bergaya Indisch

Banjoemas Heritage
Selasar dan atap bangunan bergaya Indisch

Banjoemas Heritage
Selasar dan pilar bangunan belakang 

Banjoemas Heritage
Lantai satu bangunan belakang

Keluarga Kho sangat terkenal karena merupakan saudagar kaya pada masa kolonial, dan salah satu keluarganya merupakan Letnan Tionghoa bernama yaitu Letnan Tionghoa Kho Han Tiong atau ketua etnis Tionghoa di Sokaraja pada masa itu. Keturunan keluarga Kho yang terkenal adalah Kho Sin Kie dimana dia merupakan atlet tenis muda pertama dari Sokaraja yang mendunia. Hho Sin Kie merupakan lulusan THHT (Sekolah Tionghoa di Sokaraja)

Terimakasih kepada keluarga Kho, keluarga Go, ibu Leny, penjaga Gedung, mas Wawan dan Koh Senu (keluarga Bhe). Terimakasih juga buat Pak Alfian dari purwokertoantik.com

Beberapa tulisan di ambil dariwww.antaranews.com
Artikel ini juga bisa di baca di www.banjoemas.com

Mblusuk Jalur SDS Purwokerto - Patikraja

Hari ini Sabtu 4 Juni 2011 sesuai yang sudah di jadwalkan sebelumnya melalui Facebook banjoemas.com.  Penelusuran ini adalah yang pertama kali di lakukan bersama dengan follower blog banjoemas.com, Railfans dan pecinta fotografi Lensa Manual reg. Banyumas (LM).

banjoemas.com
Peta Google Earth Pasirmuncng Wetan
banjoemas.com
Lokasi persimpangan yang di buat setelah SS (Staats Spoorwegen) pada tahun 1915
Jalur telepon pun kelihatannya mengikuti jalur SDS
Perjalanan dimulai pada  08.15 setelah terkumpul 6 orang (Saya, Arif, Rizky, Hilmy dan  Dodo, Wisnu (LM). Lokasi pertama dari percabangan SS dan SDS di Pasirmuncang Timur, menurut Amstari yang tinggal di samping rel letaknya berada di 150 m  ketimur dari Perlintasan kereta dari Stasiun Purwokerto Timur ke Stasiun Besar Purwokerto. Rel sepertinya berada di antara gang Konvoi Barat dan gang selatannya, ini jika ditarik garis lurus dari persimpangan rel ke Gang Margabakti.dan ini dibenarkan oleh seorang warga Robertus Joko Prayanto yang kita temui di lokasi Penelusuran. Dua rumah yang kita tengarai dulunya sebagai rel pun merupakan aset milik PT.KAI.
banjoemas.com
Peta Google Earth Pasirmuncang Wetan

banjoemas.com
Gang Margabakti
Perjalanan dilanjutkan ke gang Margabakti yang dipastikan dulunya adalah jalur SDS dari Maos ke Purwokerto. Sampai di pertigaan mentok, terdapat gang tapi posisinya lebih tinggi dari gang Margabakti. Dari sini kita tidak yakin bahwa gang merupakan bekas jalur rel. Sepanjang jalan yang kita lalui bahkan adalah tanggul selokan, hingga kita menjumpai sebuah kuburan di sebelah STM. Disana kita bertemu dengan seorang bapak yang mengatakan bahwa jalur rel berada di bawah selokan yang tadi dilalui oleh rombongan. Jadi kalo di tarik dengan garis memang benar bahwa kemungkinan rel adalah di bawah selokan.
banjoemas.com
Peta Google Earth Tanjung

banjoemas.com
Team gabungan Lensa Manual, Railfans dan Follower

banjoemas.com
Bekas jalur rel ternyata berada di bawah selokan

banjoemas.com
Mendapatkan informasi tambahan di lokasi

banjoemas.com
Team gabungan menyusur sepanjang selokan yang berada diatas bekas jalur SDS
Dari sana medan perjalanan semakin basah dan sulit, sementara kita terus saja terheran-heran dengan track yang kita lalui karena jalan yang di tunjuk oleh bapak di kuburan sama dengan yang sebelumnya, sedangkan tanah di bawahnya (sekitar 2 - 5 meter) terdapat tanah yang luasnya sekitar 3 sampai 5 meter yang sudah berubah menjadi kolam dan kebun yang berada di sepanjang selokan yang kita lalui. Sesampainya di sebuah perkampungan kita mencari narasumber yang bisa menjelaskan keberadaan bekas rel SDS itu. Kita bertemu dengan bapak Mardi, dan membawa kita tepat di pinggir kampung. Disana dia menjelaskan bahwa tanah  yang di bawah parit itulah yang dulunya merupakan jalur kereta SDS. maka terjawab sudah keraguan kita.
banjoemas.com
Peta Google Earth Tanjung (jembatan)

banjoemas.com
Team mencocokan Peta  Belanda + Peta Google Earth + GPS

banjoemas.com
Pak Mardi menunjukan dimana letak rel SDS dulu berada

Jam sepuluh kurang 3 menit kita menyeberang jalan lewat saluran air di atas jalan Veteran yang konon di gali pada tahun 1950han. Melintasi saluran air adalah tantangan tersendiri, dimana ketinggian sekitar 10 meteran diatas jalan raya.
banjoemas.com
Team melewati saluran air diatas jalan Veteran

banjoemas.com
Team melewati saluran air diatas jalan Veteran

banjoemas.com
Team melewati saluran air diatas jalan Veteran

Perjalanan setelahnya berjalan dengan penuh kepastian, bahwa bekas jalur rel berada di bawah selokan yang sedang kita lalui, walaupun kondisi bekas jalur rel sudah berubah menjadi semak belukar, kolam dan kebun. Hingga perkampungan di Kedungwringin, bekas rel semakin terlihat lebih jelas, dan bahkan terdapat sebuah bangunan semacam terowongan yang mungkin berfungsi sebagai saluran air melintas diatas jalur SDS. 
banjoemas.com
Peta Google Earth Perumahan Kedungwringin

banjoemas.com
Bekas jalur rel berubah menjadi semak belukar dan kolam warga

banjoemas.com
Sebuah terowongan yang diatasnya di jadikan jembatan warga
Dari sana medan yang kami lalui turun sejajar dengan jalur rel SDS, jalur ini memang landai. Pada peta lama yang Belanda buat terlihat disini terdapat jalur ganda. Tapi bekasnya tidak terlihat sama sekali karena adanya bangunan baru perumahan di Kedungwringin ini. Bahkan lokasi tempat kita beristirahat di Masjid Dhuefulloh Al Mutoiri letaknya tepat diatas cekungan bekas Jalur rel SDS.
banjoemas.com
Peta Google Earth Peta Karanggude

Setelah cukup perjalanan dilanjutkan, dari Masjid bekas jalur terlihat sangat jelas di samping jalan di perumahan, beberapa sudah didirikan bangunan, di pertigaan sebelah selatan jalur berubah menjadi jalan kampung hingga Karanggude. Masuk di perkampungan Karanggude jalur terpotong oleh rumah-rumah permanen. Sehingga kita harus bertanya kesana kemari untuk memastikan dimana letak rel sebenarnya. Disana kita bertemu dengan seorang bapak yang anaknya masih teman dari mas Arif dan Rizky. Bapak itu menjelaskan bahwa jalur berada di samping pekarangan rumahnya, dan hanya sedikit yang mengenai pekaranganya. Dulu lokasi ini adalah pereng (lembah) tapi setelah banyaknya penduduk, tanah berubah menjadi datar.

banjoemas.com
Jalur membatasi tanah kuburan dengan perumahan

banjoemas.com
Ibu Rasitem memberikan kesaksian dan informasi tentang dibongkarnya rel SDS

Team kembali masuk ke jalur yang berada di samping kuburan Karanggude, setelah melewati pekuburan kita bertemu dengan seorang ibu bernama Rasitem (75 tahun), beliau menceritakan bahwa rel dulunya berada di bawah pondasi rumahnya (bukan di gang) dan pada jaman setelah Jepang rel dibongkar dan ditumpuk oleh orang-orang Indonesia. " Pak Lurah, Pak Bau pokoke pejabat dusun sing ngertos nggenopo rile, kulo tiang alit dados mboten wani takon-takon" ( Pak Lurah, Pak Bau dan pejabat desa yang tau mengapa dan untuk apa rel di lepas, saya orang kecil jadi tidak berani bertanya). Lalu jalur rel SDS sebelah mana yang di bongkar oleh Jepang?

Sudah setengah 12 saya harus ke kantor (bekas) dan yang lainnyapun sudah kelelahan, maka penelusuran gabungan ini di hentikan dan kita semua pulang ke Purwokerto ...

Terimakasih buat team gabungan; Lensa Manual Regional Purwokerto(Foto-fotonya ditunggu), Railfans dan Follower www.banjoemas.com

Artikel ini juga bisa di baca di www.banjoemas.com

Mblusuk Saluran Irigasi Bandjar Tjahjana

Hanya persiapan sehari sebelumnya, mamahami jalur Saluran Irigasi Bandjar-Tjahjana melalui foto satelit Google Earth dengan garis-garis path fasilitas dari GE (Google Earth) yang sudah saya saya lakukan jauh-jahuh hari sebelumnya. Kebetulan sekali bahwa tampilan Imagery daerah Klampok - Bukateja hingga Banjarnegara merupakan foto terbaru GE tanggal 19 Agustus 2010, jadi lumayan update dan tampak jelas. Dari ketinggian 400 meter diatas permukaan tanah pun masih jelas.
Ini bukan blusukan kali pertama untuk Saluran Irigasi ini tapi untuk wilayah Bukateja dan Kemangkon sudah dilakukan pada 30 Januari 2011 dan (lupa hehehe ntar aku liat lagi dokumentasi fotonya). Kali ini blusukan yang terjauh dan terlengkap yang bisa aku dapatkan.Kali inipun saya di temani anak dan istriku yang selalu siap mblusuk kemanapun tempat (piss ...).

Berangkat dari rumah (Purwokerto) dan sampe di Bukateja 1 jam kemudian. Wilayah yang mudah di capai adalah wilayah Cipawon dimana aliran irigasi ini berada di tepi jalan raya dan terlihat sangat jelas. Di Cipawon aliran Irigasi membelok melintasi jalan raya dan masuk ke perkampungan di Cipawon. Sementara di daerah Karang Cengis aliran menjauh masuk ke tengah sawah dan bertemu lagi dengan jalan raya Karang Gedang - Kebutuh. Setelah melewati persawahan di sebelah timur Karang Gedang Air melewati luncuran yang lumayan panjang di desa Rakit. Dan kamipun berhenti untuk sarapan pagi tepat di tepi luncuran diatas rumput yang rapi dan menghijau.

MBLUSUK
Peta Google Earth Cipawon hingga Rakit

MBLUSUK
Saluran irigasi di Cipawon

MBLUSUK
Tanggul berundak untuk menahan kecepatan air, terlihat tanggul yang jebol

MBLUSUK
Luncuran air masuk daerah rakit

javascript:void(0)
Setelah cukup makan paginya kami meneruskan perjalanan ke arah hulu dari saluran irigasi ini. Desa Adipasir, Kincang, Tanjunganom, dan Siteki. Dijumpai banyak sekali luncuran dan air terjun yang berfungsi untuk menahan kecepatan air, ini juga berguna untuk menjaga dinding dan dasar saluran irigasi agar tidak cepat tergerus air ada puluhan bahkan ratusan buah. Di Tanjunganom dan Siteki yang merupakan daerah perbukitan sekarang terdapat PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro) unit bisnis Pembangkit Mrica yang hanya bisa membangkitkan listrik sebesar 1 x 1,2 Megawatt. 
MBLUSUK
Peta Google Earth Rakit hingga Tapen

MBLUSUK
Peta Google Earth daerah Tapen

MBLUSUK
Air terjun di daerah Adipasir, terlihat level yang tinggi

MBLUSUK
Masih di Adipasir, air terjun dibawah jembatan

MBLUSUK
Aliran air di bendung untuk membangkitkan PLTM Siteki

MBLUSUK
Jembatan dengan aliran Irigasi Bandjar-Tjahjana saat masuk Tapen
Dari PLTM Siteki kita kehilangan jalan yang mendekati saluran irigasi ini. Setelah melewati Lengkong dan sebelum asuk Tapen Aliran irigasi melintas dibawah jembatan sehingga, kami harus menelusuri balik ke arah aliran. Aliran air terlihat besar dan tenang namun berwarna coklat kehijauan. Dari perempatan Tapen kami menganbil jalan kekiri (kearah desa Kasilip). Tepat 200 m terdapat jembatan yang dibawahnya melintas aliran irigasi, dan 200 m arah aliran terdapat air terjun buatan yang mungkin sedang di bangun PLTM baru. Dari sana kita menju ke arah Wanadadi, namun baru 700 m kami menjumpai PLTM Tapen dan aliran irigasi sesudah PLTM Tapen ternyata debit airnya hanya selebar 1 meter. Disana bertemu dengan bapak pengembala bebek, dan menceeritakan bahwa aliran Irigasi Bandjar-Tjahjana dulu sangat bagus dan menjadi tempat yang banyak dikunjungi orang seperti tempat wisata. Terutama tempat tempat seperti grojogan (saluran air yang dibuat seperti air terjun), terowongan air, juga syphon yang berfungsi sebagai pompa penyedot air.Dia juga bercerita kalau aliran Irigasi Bandjar-Tjahjana sekarang di alirkan dari sana.
MBLUSUK
Peta Google Earth Tapen hingga Wanadadi

MBLUSUK
Saluran Irigasi tidak lagi digunakan
Selanjutnya, penelusuran akan lebih sulit karena saluran tidak lagi di fungsikan sebagai saluran irigasi tapi kelihatannya sudah berubah fungsi menjadi sawah, kebun atau mungkin kolam. Nggak mau ambil resiko kepanasan di jalan, setelah mendapatkan informasi dari bapak penggembala bebek di bekas aliran irigasi itu, langsung saja kami bergerak ke arah Kandangwangi - Karangkemiri dimana terdapat syphon.

MBLUSUK
Peta Google Earth Wanadadi hingga Linggasari

MBLUSUK
Ujung syphone berada di belakang perahu, anakku asik bermain perahu

MBLUSUK
Selokan bekas saluran irigasi di tumbuhi enceng gondok

MBLUSUK
Saluran irigasi berubah menjadi kolam ikan
Alangkah kecewanya ketika sampai di lokasi, semua syphon yang ada di blog dah raib, dah tenggelam dan tersisa ujung dari pondasinya saja. Namun galian sedalam 10 - 15 m lebar 10 m masih menganga tergenang air diam dan menguning. Hampir satu jam kita disana sambil main perahu dan makan bakso (beli di perempatan Wanakarsa). Setelah jeprat-jepret dan puas main perahunya, perjalanan di teruskan lewat jembatan gantung "cableburg" (jembatan Paris kata orang situ). Terdapat jembatan serupa juga di daerah Linggasari. Jadi buat yang suka berkelana pake jalur ini untuk tracking.

MBLUSUK
Peta Google Earth Linggasari hingga Rejasa, terlihat saya harus memutar untuk sampai di Rejasa

Gumingsir, Jenggawur dan Rejasa adalah tujuan terahir penelusuran ini. Jalur irigasi berada tepat di sisi lereng sungai Serayu bagian utara. Saluran masih terpagari pohon-pohon besar dan rindang. Sedangkan pada saluran sudah berubah menjadi kolam ikan, sawah, genangan air, kebun salak dan jalan ke depo pasir. Tidak bisa di blusuki dengan motor pastinya, dan cenderung menjadi lahan yang susah untuk di jamah. Sampai di Jenggawur kami sudah lelah dan kepanasan, anakku di jok belakang sudah tertidur jadi final penelusuran justru tidak bisa turun ke medan. Bahkan sampai di Rejasa dimana harusnya saya turun ke bendungan dan syphon di sungai Merawu pun ternyata tersesat ke jalur depo pasir sungai Merawu yang hanya dapat di lalui truk besar pengangkut pasir. Fuih .. berat sekali medannya, dan akhirnya mengalah dan rehat sejenak di masjid Agung Banjarnegara, sebelum melanjutkan mblusuk ke Stasiun Bandjarnegara dan mencari duuriann .. ..
Terimakasih Kayla (anakku) dan Istriku dah menemaniku mblusuk.

Artikel ini juga di tampilkan di
www.banjoemas.com