Jelajah PLTA Ketenger Banyumas

Beberapa waktu lalu saya ikut sebuah Jelajah yang memadukan antara wisata sejarah, wisata alam dan Hiking. Pada awalnya saya kurang tertarik untuk mengikuti Jelajah ini karena dari dari judulnya terlihat asing dan tidak menarik yaitu JELAJAH PLTA KETENGER. Namun sebagai pecinta sejarah dan warisan saya harus cari tau apa itu KETENGER. Pihak penyelenggara yaitu Banjoemas History Heritage Community rupanya sudah menuliskan sejarahnya di websitenya www.banjoemas.com

SEJARAH PLTA KETENGER
Proyek ini dibangun oleh N.V.  A.N.I.E.M (Algemeene Nederlandsen-Indische Electriciteit Maatschappij) wilayah kerja Karsidenan Banyumas tahun 1940. Desain dan pengerjaan dipimpin oleh ir. G. S. GOEMANS yang merupakan Insinyur N.V. A.N.I.E.M dan setelahnya perawatan dan pendistribusian dilakukan oleh N. V. Electriciteitmaatschappij Banjoemas (E.M.B.)


banjoemas.com
Peta Proyek dan transportasi Klik disini untuk ukuran besarnya

banjoemas.com
Pembuatan bangunan penangkap air di hulu sungai Banjaran

Proyek Ketenger di bangun di desa Ketenger dengan memanfaatkan aliran air hulu sungai Banjaran. Perusahaan Listrik Banyumas dengan kekuatan daya 1000 pk yang kemudian ditarik ke Purwokerto untuk di distribusikan ke Purwokerto, Sokaraja, Purbalingga, Trenggiling (Rumahsakit Zending), Banyumas, Maos, Cilacap, Kroya, Sumpyuh hingga Gombong, Kebumen dan Kutowinangun.
Pembangunan pembangkit ini sudah dimulai pada tahun 1927 dan pada tahun 1929 proyek ini di hentikan dan pada 1936 proyek inipun dikaji ulang dan akan di teruskan jika proyek besar karsidenan Banyumas ini juga bisa menghidupkan "Groote Krojaplan" (Proyek besar Kroya) yaitu berupa Pengairan irigasi dan pasokan listrik.
Proyek Ketengger menggunakan teknologi Hydro ini terletak pada ketinggian 365 - 665 m diatas permukaan air laut, air penggerak menggunakan air dari hulu Kali Banjaran dan beberapa mata air disekitarnya (ditas desa Kalipagu). Air dialirkan melalui pipa cor dan pipa besi turun ke bawah hingga melewati sungai Pagu (Kali Pagu) dengan membangun Syphon, dan air dinaikan lagi dan kemudian turun di Sungai Brajawaringin. Diatas sungai ini dibangun Aquaduct (terowongan air dari beton) dan kemudian naik lagi hingga di terima oleh Buffer inrichting kleppen huis (Hydran) sehingga air tidak turun lagi ke Aquaduct. Dari sinilah Air meluncur ke bawah dengan menggunakan pipa besi bertekanan tinggi yang dipasang tunggal. Air meluncur dengan kecepatan tinggi hingga bisa memutar turbin pada pembangkit listrik di Centrale (bangunan pembangkit) dan kemudian air di buang ke Sungai Banjaran lagi.

MBLUSUK
Saluran pengendapan

MBLUSUK
Pembuatan siphon diatas sungai Brajawringin

MBLUSUK
Pengangkutan dengan cara tradisional

MBLUSUK
Pusat penggerak pada 15 Maret 1938

MBLUSUK
Pipa tekanan air kedua

MBLUSUK
Jalur Lori untuk mengangkut peralatan dan bahan bangunan

MBLUSUK
Peta Sebaran jaringan Listrik ENIEM Banjoemas

Pembangunan proyek Ketenger berada jauh dari Pusat kota Purwokerto, jalan ke Baturraden pada masa itu sudah ada, namun tidak cukup untuk kendaraan berat yang mengangkut peralatan dan bahan bangunan menuju lokasi.Melalui proses perencanaan yang matang akhirnya dipersiapkan infrastruktur untuk mendukung jalur transportasi yaitu pengerasan jalan dari Stasiun SS (Staats Spoorwagon) Purwokerto hingga desa Ketenger, kemudian pengerasan dan pelebaran jalan di desa Ketenger yang merupakan wilayah Perhutani dan juga dibangunlah jalur rel lori sepanjang 2.2 Km yang juga dibangun secara serius (permanen) dengan membangunnya diatas tanah yang solid dan membangun jembatan rel diatas sungai Gemawang, Sungai ketenger dan Sungai Banjaran. Sehingga dari kesemuanya alur masuknya peralatan berat yang dibutuhkan proyek menggunakan 3 kali transportasi yang berbeda. Peralatan di datangkan melalui kereta SS (Staats Spoorwagon) Purwokerto, kemudian diangkut menggunakan kendaraaan jalan raya ke Ketenger (Gudang peralatan), dan di teruskan menggunakan rel Lori (60cm) hingga ke lokasi proyek.
Seluruh pengerjaan konstruksi hanya berlangsung 15 Bulan (Oktober 1937 - Januari 1939) Pengerjaan Proyek rupanya menemui resiko yang sangat besar yaitu musim hujan, namun dari tahapan keseluruhan yang paling sulit adalah turunnya hujan pada masa pengeringan konstruksi selama tahun 1938. Proyek ini adalah pekerjaan yang sangat berat untuk pekerja pribumi dimana lima sampai enam ratus orang pribumi bekerja selama berbulan-bulan. Tidak semua barang-barang perlengkapan bisa di bawa dengan transportasi, pasir, batu, kerikil, semen atau bahkan gelondongan besi cor dan beton pun dibawa secara tradisional (dipikul sendiri atau bersama). 

JELAJAH PLTA KETENGER
Sabtu 21 Februari 2015

MBLUSUK
Banner Jelajah PLTA Ketenger di www.banjoemas.com

Jelajah diawali dari palang kuning Ketenger yang dulu di fungsikan sebagai tiang katrol untuk menaikan material ke atas kereta lori, disana terpampang tahun dimana pembangunan diselesaikan yaitu pada tahun 1939. Dan sekarang rangka besi ini masih berada di tempatnya,  dan juga rel yang melintang di bawahnya meski sekarang berada di bawah aspal jalan. Kemudian peserta diajak menyusuri jalur rel yang menuju ke pusat PLTA Ketenger. Peserta merasakan benar betapa rute yang dilalui merupakan medan yang susah. Masih banyak rel yang terlihat muncul di permukaan, namun sebagian besar rel sudah tertimbun tanah selain karena sekarang berubah fungsi menjadi jalan setapak, beberapa tempat terlihat bahwa tanah benar benar menutupi hingga terlihat semacam gundukan tanah longsor. Dua buah jembatan yang berada di atas sungai Gemawang (yang berasal dari kawasan isata Baturraden) dan sungai Ketenger masih terlihat kokoh berdiri dan sangat eksotis karena bukan merupakan jembatan lurus tapi merupakan jembatan lengkung. Sebuah jembatan yang berada di atas sungai Banjaran sangat di sayangkan hanya tinggal pondasi saja. Jembatan ini berada bersebelahan dengan jembatan jalan desa yang berada tepat diatas DAM Jepang dan di bawah curug Gede. Penyusuran sepanjang hampir 2 km ini memakan waktu sekitar 45 menit.

MBLUSUK
Peserta jelajah menyusuri rel, palang kuning Ketenger

MBLUSUK
Melewati lengkungan jembatan lori diatas sungai Gemawang

Kemudian pesarta sampai di rumah Putih yang merupakan setasiun pertama rel lori, karena melihat foto dokumentasi ada rel terusan menuju Central Pembangkit yang mengarah ke bawah dengan kemiringan 60 derajat. Meski dalam pengamatan saya sekarang rel itu sudah tidak terlihat lagi. Di level ini terdapat juga kolam tando yang airnya berasal dari DAM Jepang. Aliran dari kolam tando ini berfungsi untuk menambah pasokan air ke dalam turbin pembangkit. 


MBLUSUK
Peserta berfoto bersama di Rumah Putih


Panitia menghilangkan sesi berkunjung ke Central Pembangkit karena lokasi yang berada di lembah dengan kedalaman 600 meter. Karena di khawatirkan kurang siapnya fisik peserta, jadi jelajah langsung diarahkan untuk menyusuri pipa air menuju ke sumbernya. Ini adalah sesi terberat karena mblusuk sebenarnya ada di sesi ini. Sebuah pipa asli masih bertahan hingga sekarang dan Indonesia Power telah menambahnya menjadi dua instalasi pada tahun 1998-99 hingga sekarang. 60 menit untuk mencapai titik Surge Tank (Buffer Inrichting Kleppen Huis) dan peserta beristirahat sementara disana.

MBLUSUK
Pererta menyusuri pipa air sambil ber"selfie"

MBLUSUK
Peserta beristirahat di bawah bangunan pompa hidrolis

MBLUSUK
Peserta meneruskan perjalanan

MBLUSUK
Diatas sungai Brajawringin

Selanjutnya jelajah diteruskan mengingat waktu yang semakin siang, kali ini rute menyusuri jalan menurun hingga melewati sugai Brajawringin. Dan setelah ini kami tidak menjumpai adanya dua pipa besi disana, mulai disana berubah menjadi pipa beton yang merupakan tinggalan asli sejak pertama di bangun hingga sekarang belum di rubah. Pipa ini secara fisik tidak terlihat di permukaan, hanya terlihat semacam pematang besar. Bahkan saat melewati sungai Pagu Pipa beton sama sekali tidak terlihat melewati jembatan. Dan pemimpin jelajah menerangkan bahwa pipa beton di cor dan berada di bawah Sungai. Terdengar sangat luar biasa bahwasanya pada jaman dahulu meski peralatan sederhana dan medan yang susah namun bisa membangun dengan sempurna dan hingga kini di usia yang ke 76 tahun masih kokoh bekerja dan berfungsi dengan baik.

Dan tepat 90 menit akhirnya Jelajah sampai di kolam tando utama, dimana air yang di tampung berasal dari hulu sungai Banjaran di tambah dari beberapa mata air kali Akar dan saluran Sorobadag (Pancuran 7). Disana juga terdapat rumah kantor untuk mengawasi kawasan kolam tando dan hulu sungai Banjaran. Dilanjutkan menyusuri aliran air dari kali Akar dan saluran Sorobadag hingga berujung di Gua Sarabadag tempat dimana bercampurnya Air panas belerang pancuran 7 dengan air dingin, sehingga disana air terasa hangat. Dan disinilah titik Jelajah berakhir, sebagian besar peserta menyempatkan diri mandi air belerang yang hangat dan di pijat menggunakan bubuk belerang. 


MBLUSUK
Meniti jembatan diatas sungai Pagu

MBLUSUK
Saluran sebelum kolam tando

MBLUSUK
Peserta meniti jembatan air dari saluran Sarabadag diatas sungai Banjaran

MBLUSUK
Peserta berfoto bersama di depan Sumber Pitu (Pancuran Tujuh)

MBLUSUK
Pemandangan tebing Sarabadag

Setelah makan siang bersama di kawasan pancuran 7 beranjak keluar ke area parkir pancuran 7, sambil menunggu transportasi ke titik awal dibuka sesi diskusi dan tanya jawab, dan disinilah pertanyaan-pertanyaan yang masih tersisa di lontarkan dan di diskusikan. 

Dan saya puas dengan JELAJAH PLTA KETENGER begitu terasa dan begitu nyata, sebuah bangunan yang berusia 76 tahun masih berkerja dengan kokoh dan berfungsi dengan baik. Peralatan tradisional dengan medan yang terjal mampu di lalui dengan perencanaan luar biasa detail dan bermutu tinggi, cucuran darah dan keringat pekerja pribumi masih kita rasakan hingga anak cucu. Sebuah pekerjaan mulia dari sisi terang penjajahan Belanda di Nusantara

Terimakasih kepada Indonesia Power Ketenger, PALAWI dan BHHC.
Sumber tulisan www.banjoemas.com/pembangunan-aniem-banjoemas