Mblusuk Wirasaba

Wirasaba Sebelum Terlambat
Rabu 28 Desember 2011

Wirasaba seperti yang kita ketahui adalah awal dari 4 kabupaten di karesidenan Banyumas, sebagai desa kuno tentunya desa ini memiliki banyak sekali cerita dan peninggalan sejarah yang tak ternilai harganya. 28 Desember 2011 adalah momen yang tepat untuk melihat lebih dekat mempelajari dan mendokumentasikan sisa-sisa peninggalan agar masyarakat luas tau apa yang ada disana dan seperti Wirasaba itu ...

Sesuai dengan pengumuman yang telah disebarkan melalui email, Blog, Facebook dan SMS hari ini teman-teman dari 3 komunitas berbeda yaitu Banjoemas History Heritage Community BHHC, komunitas fotografi Lensa manual reg. Purwokerto dan komunitas pecinta kereta dari DAOP V SPOORLIMO dan follower www.banjoemas.com sebanyak sebelas orang berkumpul di GOR Satria Purwokerto untuk bersama berwisata sejarah bertajuk "Wirasaba Sebelum Terlambat".

Tepat jam 7.30 kita menuju 3 Km ke arah timur kota Purwokerto, Stasiun Sokaraja adalah lokasi pertama blusukan kita dimana dulu SDS membangun Stasiun ini pada tahun 1896 dan meresmikannya pada 05 Desember 1896. Bangunan Stasiun yang berupa Peron dan Gudang masih utuh hanya sekarang beralih fungsi sebagai Gedung PWRI Persatuan Wredatama Republik Indonesia dan juga bangunan menara air masih ada. Namun rangkaian rel yang membentuk stasiun dan membagi rel ke arah pabrik Gula kalibagor dan Pabrik Tepung Tapioka sudah hilang entah kemana. Setelah team berputar-putar mencari jejak stasiun akhirnya team melanjutkan perjalanan dengan menyusuri rel yang terbentang antara Stasiun Sokaraja sampai Stasiun Banjarsari.

Di tengah perjalanan kita menemui bekas persilangan rel SDS dengan rel lori Pabrik Gula Kalibagor di desa Karangsawah dan sedikit mendokumentasikan bekas jembatan lori yang tinggal pondasinya saja. Di Stasiun Banjarsari kita tidak bisa masuk ke dalam lokasi bangunan karena sepertinya bangunan stasiun telah menjadi hak milik perorangan. Jadi kita hanya mendokumentasikan lokasi diluar bangunan utama. Stasiun Banjarsari dahulu adalah stasiun percabangan ke arah Purbalingga dan ke arah Klampok - Banjarnegara dan Wonosobo.

Team akhirnya meneruskan perjalanan dengan menyusuri bekas rel yang kearah Klampok setelah tidak sma sekali menemukan bekas-bekas lain di Banjarsari. Banjarsari klampok adalah track lurus sehingga memudahkan team untuk menyusurinya. Beberapa lokasi bekas rel berubah menjadi jalan kampuny yang beraspal namun sebagian besar jalur masih berupa tanah, masih terdapat jembatan SDS yang asli namun beberapa sudah berubah menjadi jembatan cor.

MBLUSUK
Team sedang menyusuri jalur mati SDS

MBLUSUK
Team meniti bekas jembatan SDS
MBLUSUK
Jembatan bekas jalur SDS di atas sungai Klawing masih kokoh berdiri

Di Daerah Sumilir kalialang Team menemukan bangunan semacam halte yang setelah di cek dengan peta Belanda yang kami punya ternyata memang dahulunya bekas halte Muntang. Dari sini hanya berjarak sekitar 100m ke arah timur kita menemukan sebuah Jembatan yang lumayan tinggi namun lebih menakjubkan lagi 50 m ketimur lagi sebuah jembatan dengan kerangka besi panjang dan megah menjulang tinggi masih sangat kokoh melintas diatas sungai Klawing. Inilah kejutan untuk kita semua yang baru melintasi jalur ini, terutama teman kita dari komunitas Spoorlimo dan Lensa Manual Purwokerto dan beberapa follower. Berhenti agak lama di sini sambil beristirahat di atas jembatan.

Perjalanan kami lanjutkan kembali setelah puas mengambil gambar dan beristirahat, track masih lurus dan kanan kiri juga masih berupa kebun, sawah dan ilalang sampai di desa Karang Kemiri yang dimana dulunya juga terdapat halte Karangkemiri.

MBLUSUK
Pendopo Tirtasentana di desa Kembangan

MBLUSUK
Makam Ki Tirtasentana dan istrinya

Dari sana Team melanjutkan perjalanan ke Sebuah Pendopo Tirtasentana di desa Kembangan dimana BHHC diundang untuk mendokumentasikan situs Keluarga besarnya dan situs-situs yang lain di Wirasaba. Di Pendopo Tirtasentana sedang di adakan kumpulan trah Tirtasentana seluruh Indonesia. Disana kita disambut oleh Mbah Tomo yang merupakan penghubung BHHC dengan Keluarga Tirtasentana dan Djajadi Wangsa di Wirasaba. Oleh mbah Tomo kita seluruh team di ajak berkeliling ke lingkungan Pendopo yang masih asli itu. Dan Puas melihat pendopo kitapun meluncur ke Pemakaman di desa Kembangan yang merupakan pemakaman umum dimana banyak keluarga Tirtasentana dimakamkan.

MBLUSUK
4 wewelar atau pantangan yang terkenal itu

MBLUSUK
Cungkub makam Adipati Wargohutomo I

Selanjutnya Mbah Tomo mengajak ke desa Pekiringan dimana adipati Warga Hutama I dimakamkan. Adipati Warga Hutama I adalah adipati yang meninggal terbunuh di dusun Bener karena kesalahpahaman penguasa Pajang. Dari adipati inilah yang menurunkan 4 pantangan yang sangat terkenal itu;
- Jangan makan Pindang Angsa
- Jangan tinggal di rumah dengan atap Bale Malang
- Jangan memelihara kuda Dawuk Bang (Abu kemerahan)
- Jangan bepergian di Sabtu Pahing

Dari Pekiringan team menyebrang lewat jembatan bekas jalur SDS yang melintas diatas sungai Serayu. Setelah menyebrangi jembatan jalur bertemu dengan jalan kampung, dan team pun berhenti disana. Mbah Tomo menceritakan bahwa dahulu Djajadi Wangsa mengusulkan ke Maskapai SDS untuk membuat jalur khusus bongkar muat hasil pertanian dan perkebunan miliknya. Dan dari sinipun mbah Tomo memperlihatkan dermaga kecil di tepi sungai Serayu di belakang pendopo Djajadi Wangsa. Dermaga ini adalah sarana transportasi untuk mendistribusikan Hasil perkebunan dan pertaniannya ke pelabuhan Cilacap sebelum dibangunnya jalur rel SDS di desa Wirasaba.

MBLUSUK
Dermaga yang dahulu di gunakan untuk mengangkut hasil bumi milik Djajadi Wangsa

MBLUSUK
Cungkub makam Ki Djajadi Wangsa

Kemudian pendopo Djajadi Wangsa adalah tujuan selanjutnya, kita semua masuk dan melihat kedalam pendopo yang masih sangat orisinil dan terawat. Tuan rumah yang merupakan ahli waris pendopo Djajadi Wangsa menerima kami semua dengan ramah, namun kita tidak bisa berlama-lama di sana karena jam sudah menunjukan jam 12 siang.

Masih ada dua tujuan lagi yang harus kita kunjungi yaitu Pemakaman keluarga besar Djajadi Wangsa di tepi Lanud Wirasaba. Cukup lama kita disana karena mbah Tomo menceritakan dengan detail siapa saja yang di makamkan disana hingga akhirnya sampai juga di tujuan terakhir perjalanan kita yaitu pemakaman orangtua Djajadi Wangsa di lereng sebelah selatan desa Kembangan.

Perjalanan wisata sejarah yang mengesankan bersama teman teman BHHC, Lensa Manual Purwokerto dan Spoorlimo, kitapun mengakhirinya di pendopo Tirtasentana, dimana kita disuguhi makanan tradisional macam Cimplung dan wedang dawegan. Selanjutnya kita berpamitan

Kami berharap jalur rel mati dapat di hidupkan kembali sebagai alat trasportasi masal atau wisata, dan lintas rel mati ini bisa berpotensi menjadi obyek wisata baru, yaitu wisata tracking.

Terimakasih www.banjoemas.com, komunitas BHHC, Komunitas Lensa manual dan Komunitas Spoorlimo dan dari keluarga Wirasaba mbak Estining 'Engky' , Pak Tomo , Pak Suyono dan keluarga besarnya ... dan semua pihak yang telah membantu melancarkan acara WIRASABA SEBELUM TERLAMBAT 28 Desember 2011.

8 comments:

maya said...

menarik acaranya, sering2 bikin acara begini mas jatmiko, nice blog very informative

alriyadh said...

hee...nyuwun ijin sedot...

krepektempe said...

.. detil menarik, harusnya generasi muda memperbanyak " eksplorasi " semacam ini dp berjam jam di mall tanpa tujuan jelas, salut !!

GSP(Gambar Situs Perjuangan) said...

.wuuueeehh menanngg nie ye...

Unknown said...

Keren mas :-)

Panji Nugroho "Bossto" said...

Kereeeen....
Lanjutkan penggalian cerita dari situs sejarah di sekitar kita.

Banyak manfaatnya.
Mantaaaapppp......

Panji Nugroho "Bossto" said...

Kereeeen....
Lanjutkan penggalian cerita dari situs sejarah di sekitar kita.

Banyak manfaatnya.
Mantaaaapppp......

Panji Nugroho "Bossto" said...

Kereeeen....
Lanjutkan penggalian cerita dari situs sejarah di sekitar kita.

Banyak manfaatnya.
Mantaaaapppp......

Post a Comment